A. Latar Belakang
Paradigma kapitalisme dalam dunia
pendidikan pada akhirnya melahirkan kebijakan dari pemerintah yang lebih
menguntungkan pemegang-pemegang modal didalamnya. Generasi-generasi
muda bangsa yang kian hari semakin terjebak dalam budaya hedonisme,
konsumsi mereka dari food, fashion, film, sport, life style dll, membawa
mereka pada ketumpulan mata hati mereka akan kondisi bangsa mereka
sendiri. Hal tersebut berdampak pula pada moral bangsa yangsemakin
hancur dengan berbagai bentuk penyimpangan.
Itulah produk pendidikan dari kapitalisme
B. Pendidikan Karakter
Wacana
pendidikan karakter muncul dilatarbelakangi oleh keprihatinan berbagai
pihak ( termasuk UNY ) karena melihat kondisi pendidikan Indonesia yang
semakin lama tidak memiliki identitasnya lagi. Pendidikan karakter
menjadi sebuah solusi atas buruknya hasil pendidikan Indonesia yang
hingga saat ini masih condong memihak pada kapitalisme. Tapi sampai saat
ini nampaknya belum begitu terasa karena baru dalam tataran teori bukan
pengamalan di lapangan.
C. Karakter
Secara harfiah karakter artinya kualitas mental, atau moral kekuatan moral, nama atau reputasi (Hornby dan Parnwell, 1972:49)
Menurut
Kamus Lengkap Bahasa Indonesia, karakter adalah sifat-sifat kejiwaan,
akhlak atau budi pekerti yang membedakan seseorang dari yang lain,
tabiat, watak. Di dalam kamus Psikologi dinyatakan bahwa karakter adalah
kepribadian ditinjau dari titik tolak etis atau moral, misalnya
kejujuran seseorang; biasanya mempunyai kaitan dengan sifat-sifat yang
relative tetap (Dali Gulo, 1982:29)
Menurut Ainain yang dikutip
oleh Marzuki dalam buku Pendidikan profetik Revolusi Manusia Abad XXI
akhlak ibarat kelakuan manusia yang membedakan baik dan buruk , lalu
disenangi dan dipilih yang baik untuk dipratikkan dalam perbuatan,
sedang yang buruk dibenci dan dihilangkan.
Dari beberapa
pengertian tersebut dapat dinyatakan bahwa karakter adalah kualitas atau
kekuatan mental atau moral, akhlak atau budi pekerti individu yang
merupakan kepribadian khusus yang membedakan dengan individu lain.
Seseorang dapat dikatakan berkarakter jika telah berhasil menyerap nilai
dan keyakinan yang dikehendaki masyarakat serta digunakan sebagai
kekuatan moral dalam hidupnya.
D. Pendidikan Karakter UNY
UNY
sebagai kampus pendidikan bertekat menjadikan kampus ini sebagai
sentrum penelitian tentang pendidikan karakter di Indonesia. Dengan
mengangkat 3 pilar utama, yaitu Bernurani, Cendekia, dan Mandiri
a. Bernurani
Transendensi
diri adalah suatu respons yang efektif terhadap hasrat dari roh manusia
terhadap makna, kebenaran, nilai, dan cinta. Namun hasrat untuk
transendensi diri ini terbentur oleh unsur tidak sadar (unconscious) dalam diri manusia. Itu artinya ada unsur tidak sadar (unconscious) dapat memengaruhi kapasitas kita untuk menginternalisasikan nilai (value) dan sikap (atitude).
Pendidikan
bukan hanya soal kemampuan untuk menguasai informasi, teknologi,
melainkan suatu kemampuan untuk menginternalisasikan nilai dalam
kehidupan. Proses penginternalisasian nilai ini perlu menyentuh
unsur-unsur tidak sadar (unconscious) dalam tiap pribadi sehingga
ia mampu secara bebas untuk memilih dan bertanggung jawab atas
pilihannya serta untuk mengenal distorsi-distorsi kesadarannya.
b. Mandiri
Kesadaran
akan peran, posisi, fungsi dan sifat diri seorang individu di hadapan
masyarakat menjadi penting, tatkala masyarakat sebagai sebuah sistem
tidak lagi mengakui atau memberi kebebasan pada individu untuk memilih
tindakannya sendiri yang berbeda atau menyimpang dari sistem sosial yang
saat itu berlaku. Maka solusinya adalah kemandirian dalam diri
seseorang. Jika kita melihat dalam konteks pendidikan, maka diharapkan
pendidikan dapat mencetak sarjana-sarjana yang nantinya bisa mandiri,
artinya tidak tergantung kepada lapangan pekerjaan yang ada, akan tetapi
menciptakan lapangan pekerjaan. Dalam menjalani hidup juga dapat
berpegang teguh pada prinsip yang baik. Kerena telah kita ketahui,
ketidakmandirian sarjana-sarjana dalam hal prinsip hidup membawa dampak
yang buruk bagi dirinya pribadi dan orang lain. Mereka terjebak pada
lingkaran-lingkaran pembatas diri seperti hedonis, apatis, konvensional.
egois, dll. Sarjana yang dihasilkanpun hanya mereka yang menghalalkan
segala cara untuk lulus dari bangku kulia, menghalalkan segala cara
untuk memperoleh pekerjaan, serta menghalalkan segala cara untuk
menimbun kekayaan di atas penderitaan sebagian besbr masyaraktnya. Maka
dari itu itu, perlu adanya usaha yang kuat agar seseorang terbebas dari
lingkaran-lingkaran pembatas tadi. Usaha untuk melakukan pembebasan ini
disebut Liberasi. Pendidikan untuk liberasi bermakna pendidikan yang
membebaskan seorang individu dari sistem sosial yang berlaku dan memaksa
atas dirinya, sehingga idividu itu dapat lebih maju dan mandiri secara
kehendak dan kesempatan. Perubahan tersebut diharapkan menggeser model
pendidikan ke arah yang lebih humanis dan bebas. Humanis dalam artian
sebagaimana seharusnya seorang individu manusia diperlakukan dalam
proses pendidikan, dan bebas dalam artian individu boleh menghendaki
untuk memilih dengan model seperti apa ia ingin dididik.
Jadi, pendidikan itu bukan tanpa tujuan, melainkan justru harus sadar ke mana peserta didik mereka akan diarahkan.
c. Cendekia
Mencetak
insan yang cendekia, paham akan ilmunya, dan dapat berguna bagi
masyarakat merupakan cita-cita yang mulia dari kampus ini.
Proses
pembelajaran, hendaknya melihat manusia sebagai manusia seutuhnya.
Artinya, ada upaya memanusiakan manusia (humanisasi). Humanisasi
senantiasa berimplikasi pada proses kependidikan dengan orientasi
pengembangan aspek-aspek kemanusiaan manusia, yakni aspek fisik-biologis
dan ruhaniah-psikologis. Aspek rohaniah-psikologis inilah yang coba
didewasakan dan di-insan kamil-kan melalui pendidikan sebagai elemen
yang berpotensi positif dalam pembangunan kehidupan yang berkeadaban.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar